Sholat Tahajjud secara harfiah berarti “sholat malam yang dikerjakan setelah tidur”. Syarat utama Tahajjud adalah dilaksanakan setelah tidur, meskipun sebentar. Ini membedakannya dari sholat malam biasa (Qiyamul Lail) yang bisa dilakukan sebelum tidur. Oleh karena itu, seseorang yang sudah sholat Tahajjud lalu tidur kembali, kemudian bangun untuk sholat malam lagi, tetap diperbolehkan mengulang Tahajjud asalkan memenuhi syarat utama tersebut.
Poin penting di sini adalah bahwa Tahajjud tidak terkait langsung dengan sholat Witir. Artinya, mengulang Tahajjud setelah tidur kedua atau ketiga tidak bertentangan dengan syariat, selama tidak melanggar ketentuan waktu (misalnya, dilakukan di sepertiga malam terakhir).
Witir: Penutup Ibadah Malam yang Fleksibel
Sholat Witir adalah sholat sunnah dengan rakaat ganjil yang dianjurkan sebagai penutup ibadah malam. Meski dianjurkan untuk diakhirkan, pelaksanaannya bisa disesuaikan dengan kondisi individu. Dalam kitab Fathul Muin, dijelaskan dua praktik berbeda dari sahabat Nabi :
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA : Beliau biasa melaksanakan Witir sebelum tidur karena khawatir tidak bisa bangun lagi di malam hari. Ini didasarkan pada prinsip “mendahulukan yang diyakini” (taqdim al-yaqin) agar tidak kehilangan kesempatan berwitir.
2. Umar bin Khattab RA : Beliau mengakhirkan Witir setelah Tahajjud karena yakin akan mampu bangun malam. Pendekatan ini dianggap lebih afdhal bagi yang memiliki keyakinan kuat.
Dari sini, ulama menyimpulkan bahwa Witir boleh dilaksanakan sebelum atau setelah Tahajjud, tergantung situasi dan keyakinan seseorang. Namun, perlu diingat bahwa Witir hanya dilakukan sekali dalam satu malam. Jika seseorang sudah berwitir sebelum tidur, ia tidak boleh mengulanginya meski bangun lagi untuk Tahajjud.
Mengatasi Keraguan dalam Praktik (Bagi yang sering bimbang):
– Jika takut tidak bangun malam, lakukan Witir sebelum tidur. Setelah itu, jika terbangun, boleh sholat Tahajjud tanpa mengulang Witir.
– Jika yakin bisa bangun, tunda Witir hingga setelah Tahajjud untuk mengikuti kesunnahan mengakhirkan Witir.
Contoh ini menunjukkan fleksibilitas syariat dalam memudahkan umat tanpa membebani. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menegaskan bahwa mengakhirkan Witir lebih utama bagi yang mampu, tetapi tidak salah jika didahulukan karena uzur.
Tahajjud sah dilakukan setiap kali bangun tidur, meski sudah pernah dikerjakan sebelumnya.
Witir adalah penutup ibadah malam yang cukup sekali semalam, dengan waktu fleksibel sesuai kemampuan.
Praktik para sahabat menjadi teladan dalam menyesuaikan ibadah dengan kondisi pribadi.
Dengan memahami konsep ini, umat Islam dapat menjalankan ibadah malam dengan tenang, tanpa kebingungan tentang pengulangan Tahajjud atau posisi Witir. Yang terpenting adalah konsistensi dan keikhlasan dalam beribadah, sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Wallahu a’lam bish-shawab.