Menu

Mode Gelap
Pelatihan Konselor Sebaya Pesantren, RMI PCNU Kencong Cetak Santri Generasi Emas Ratusan Kader Dai-Daiyah LD PCNU Kencong Ikuti Madrasah Dakwah di Dira Kencong Peringati Maulid Nabi, Gus Yak: Ciri Orang Wirai itu Tidak Meminta-minta LPTNU Kencong Fasilitasi Pelatihan Penyusunan Borang Akreditasi LESBUMI Podcast Eps.2, Islam Nusantara, Nyai Ageng Pinatih, dan Jejak Sunan Giri Persoalan Wali Nikah Muhakkam

LEMBAGA

Menjadi Ketua Harus Siap Disambati Urusan “Tilang Polisi”

badge-check


					Menjadi Ketua Harus Siap Disambati Urusan “Tilang Polisi” Perbesar

 Download PDF

Menjadi seorang ketua, apalagi di organisasi sebesar Nahdlatul Ulama (NU), bukanlah sekadar gelar atau jabatan yang bisa dibanggakan. Lebih dari itu, ia adalah amanah yang menuntut kesiapan mental, fisik, dan spiritual.

Seorang ketua harus siap menjadi tempat bertumpu bagi umat, mulai dari persoalan besar seperti memilih pemimpin negara (umaro‘), hingga masalah sehari-hari seperti kesulitan membeli bensin atau berurusan dengan tilang polisi. Harus siap menjadi ujung tombak dalam memimpin, juga harus siap menjadi “ujung tombok” ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai harapan.

Ketua organisasi seperti NU tidak hanya dituntut untuk menjadi pemimpin, tetapi juga menjadi pendengar setia bagi segala keluhan dan “sambat” dari anggotanya. Mulai dari yang merasa tidak punya pekerjaan, hingga yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Seorang ketua harus mampu hadir sebagai solusi, meski seringkali ia sendiri harus berjuang mencari jalan keluar dari masalah yang kompleks. Harus siap bekerja tanpa mengharap sanjungan, karena tugasnya adalah melayani, bukan mencari pujian. Namun, ketika terjadi kesalahan, ia harus siap menerima kritik dan “rasan-rasan” dari anggota, karena itulah konsekuensi dari posisinya.

Menjadi pemimpin organisasi dengan jutaan anggota dan jaringan yang luas, berarti siap menerima segala konsekuensi. NU bukan sekadar organisasi, melainkan representasi dari umat Islam yang memiliki harapan besar terhadap pemimpinnya. Seorang ketua harus mampu menjaga kepercayaan ini dengan integritas, kejujuran, dan ketulusan dalam melayani. Ia harus siap menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan umat, sekaligus menjadi pelindung bagi yang lemah.

Namun, menjadi ketua juga berarti siap untuk tidak selalu disukai. Keputusan yang diambil mungkin tidak akan memuaskan semua pihak, dan kebijakan yang diterapkan bisa saja menuai pro dan kontra. Di sinilah keteguhan hati dan kebijaksanaan seorang ketua diuji. Ia harus mampu mengambil keputusan yang terbaik bagi organisasi dan umat, meski harus berhadapan dengan kritik dan ketidakpuasan.

Pada akhirnya, menjadi ketua adalah tentang pengorbanan. Pengorbanan waktu, tenaga, dan bahkan perasaan. Ia harus siap bekerja tanpa kenal lelah, tanpa mengharap imbalan, dan dengan kesadaran penuh bahwa tugasnya adalah melayani. Seperti kata pepatah, “pemimpin yang baik adalah pelayan yang baik.” Dan dalam konteks NU, seorang ketua harus menjadi pelayan yang siap mengangkat beban umat, sekaligus memimpin mereka menuju kemajuan.

Jadi, bagi siapa pun yang ingin menjadi ketua, siapkan diri untuk menerima segala konsekuensi. Siapkan hati untuk melayani, siapkan pikiran untuk memimpin, dan siapkan jiwa untuk mengabdi. Karena menjadi ketua bukan sekadar tentang jabatan, melainkan tentang tanggung jawab besar yang harus diemban dengan penuh keikhlasan.

Penulis: Taufik Efendi, Ketua LTN PCNU Kencong.

Baca Lainnya

Pelatihan Konselor Sebaya Pesantren, RMI PCNU Kencong Cetak Santri Generasi Emas

4 September 2025 - 00:16 WIB

Ratusan Kader Dai-Daiyah LD PCNU Kencong Ikuti Madrasah Dakwah di Dira Kencong

26 Agustus 2025 - 17:28 WIB

LPTNU Kencong Fasilitasi Pelatihan Penyusunan Borang Akreditasi

25 Agustus 2025 - 17:04 WIB

LESBUMI Podcast Eps.2, Islam Nusantara, Nyai Ageng Pinatih, dan Jejak Sunan Giri

23 Agustus 2025 - 11:19 WIB

Persoalan Wali Nikah Muhakkam

23 Agustus 2025 - 07:41 WIB

Trending di LBMNU