Menu

Mode Gelap
Pelatihan Konselor Sebaya Pesantren, RMI PCNU Kencong Cetak Santri Generasi Emas Ratusan Kader Dai-Daiyah LD PCNU Kencong Ikuti Madrasah Dakwah di Dira Kencong Peringati Maulid Nabi, Gus Yak: Ciri Orang Wirai itu Tidak Meminta-minta LPTNU Kencong Fasilitasi Pelatihan Penyusunan Borang Akreditasi LESBUMI Podcast Eps.2, Islam Nusantara, Nyai Ageng Pinatih, dan Jejak Sunan Giri Persoalan Wali Nikah Muhakkam

TOKOH

Mengenal Gus Zainil Ghulam: Ketua PCNU Kencong yang Melakoni Peran Akademis, Jurnalis dan Kepemimpinan

badge-check


					Mengenal Gus Zainil Ghulam: Ketua PCNU Kencong yang Melakoni Peran Akademis, Jurnalis dan Kepemimpinan Perbesar

 Download PDF

Kiai Zainil Ghulam, M.HI. atau yang akrab disapa Gus Ghulam merupakan laki-laki kelahiran Pasuruan, 21 Mei 1978. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Besuk Kejayan Pasuruan menjadi tempat pertama kali ia menghirup udara kehidupan.

Pria yang juga cucu Alm. KH. Muhammad Subadar (PP. Raudlatul Ulum Besuk Kejayan Pasuruan) ini juga figur multitalenta yang mengintegrasikan peran sebagai akademisi, jurnalis, dan pemimpin Nahdlatul Ulama (NU).

Peran yang ia lakoni berkontribusi dalam pembentukan pribadi yang dinamis dan penuh wawasan problem solving terhadap problematika kehidupan, tertutama dalam 3 dunia yang sudah digelutinya. Dengan bekal ini, ia dipercaya oleh jama’ah NU Kencong untuk memimpin jam’iyyah PCNU Kencong sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang NU (PCNU) Kencong masa pengabdian 2024-2029. Setelah terpilih secara aklamasi melalui Konferensi Cabang XX pada Agustus 2024.

Keahlian Gus Ghulam dalam menjalankan ketiga peran tersebut, tidak lepas dari pendidikan yang ia tempuh mulai masa kanak-kanak. Dirinya mengawali pendidikan di Madrasah Diniyah di Besuk, berlanjut di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Jadid Probolinggo. Dari jenjang pendidikan kedua inilah bakat jurnalistiknya mulai diasah.

Di bawah bimbingan langsung Alm. Ja’far Shodiq, adik ipar Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Gus Ghulam memulai mengasah keterampilan jurnalistik dalam bidang kepenulisan. Prestasi awal yang memicu semangat jurnalistiknya saat masih menjadi santri adalah terpilih sebagai Runner-up Lomba Majalah Dinding. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah (MA) Nurul Jadid Probolinggo. Proses pendidikannya di Nurul Jadid Probolinggo berakhir pada masa jadi mahasiswa program sarjana (S1) di IAI Nurul Jadid Probolinggo.

Laki-laki yang sudah terlahir dengan dibekali kecerdasan dan semangat yang kuat dalam tholabul‘ilmi ini tidak puas di situ saja. Pada tahun 2003, ia meninggalkan tanah air, melakukan hijrah intelektual ke Tipoli Libya. Ia memperoleh beasiswa menyambung pendidikan tinggi di Kulliyah al-Da’wah al-Islamiyah (University of Islamic Call) Tipoli Libya jurusan Al-Qur’an wa Ulumuhu.

Selama menyelami kedalaman keilmuan di Libya, ia tidak lupa untuk seraya menjalankan peran sebagai jurnalis. Sebab, sebagai kaum akademis kegiatan jurnalistik adalah salah satu ekspresi integrasi ilmu yang sudah di perolehnya selama menempuh pendidikan dengan realitas kehidupan. Integrasi antara ilmu dan realitas kehidupan melahirkan yang namanya gagasan. Jurnalistik adalah peran yang dijalankan agar gagasan tersampaikan kepada yang menjadi sasaran. Bergantung pada substansi tulisan yang sedang ia garap. Sedangkan platform yang menjadi media dirinya mendistribusikan gagasan adalah media nasional seperti Majalah Gatra dan NU Online.

Konsistensi dirinya dalam menjaga dan mengembangkan karir jurnalistik, membuat Gus Ghulam mendapat julukan Jurnalis di Negeri Khadafi. Artikel yang kerap digarapnya berkaitan dengan isu-isu kehidupan masyarakat Libya, situs sejarah Islam, dan dinamika politik di bawah rezim Muammar Khadafi. Salah satu tulisannya yang berjudul ‘Masa Lalu Kota Embargo’ dimuat di majalah Gatra pada tahun 2005. Dari tulisan tersebut, Gus Ghulam mendapat honorarium pertamanya sebagai jurnalis, waktu itu sebesar 300 USD.

Setelah menuntaskan pendidikan di Libya, Gus Ghulam kembali ke Indonesia. Sebagai pemuda bangsa yang mendapat kesempatan hijrah intelektual ke luar negeri, dirinya juga ingin pulang untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Karena baginya, ilmu untuk amal. Dirinya memulai pengabdian dan karir akademisnya dengan menjadi dosen di Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang.

Pada tahun 2021, Gus Ghulam diangkat menjadi Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Penyiaran Islam (FDKI). Visi kepemimpinannya di FDKI adalah meningkatkan akreditasi dan kualitas pembelajaran di era pandemi. Transformasi dalam dunia pendidikan yang sangat jelas dilakukannya adalahh meningkatkan kualitas FDKI IAI Syarifuddin Lumajang melalui penguatan kurikulum dan jaringan nasional-internasional.

Peran kepemimpinannya juga berlanjut dalam organisasi sosial kemasyarakatan yakni Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). Gus Ghulam pertama kali terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Kencong pada periode 2019-2024. Kepuasan terhadap kinerja kepemimpinannya membuat Gus Ghulam kembali terpilih sebagai ketua Tanfidziyah PCNU Kencong pada periode 2024-2029. Melalui proses musyawarah mufakat dan persetujuan Rois Syuriah, Kiai Ahmad Laiq Athoillah. Dalam sambutan pelantikannya (16/02/2024), Gus Ghulam menyampaikan bahwa dirinya berkomitmen untuk menyelesaikan program kerja yang tertunda, melakukan konsolidasi organisasi, dan mengindari politik praktis.

Selain itu, dirinya juga menekankan bahwa khidmah di Jam’iyyah Nahdlatul Ulama perlu berbasis dan beorientasi pada nilai ibadah dan keteladanan KH. Hasyim Asy’ari. Berangkat dari visi besar tersebut dirinya berinovasi dalam kepemimpina periode kedua ini, PCNU Kencong akan lebih terfokus pada peran NU dalam mendampingi umat.

Sebagai sosok pemimpin ulung, tentu dirinya mempunyai karakteristik kepemimpinan. Adapun gaya kepemimpinan dan gagasan yang selama ini diadopsi dirinya, meliputi:

Jurnalistik di Hati, kesibukannya dalam kepemimpinan PCNU Kencong, tidak membuat Gus Ghulam hilang perhatian terhadap kegiatan jurnalistik. Dirinya berpandangan bahwa jurnalistik adalah bagian dari sarana dakwah untuk melaksanakan tugasnya sebagai sebaik-baiknya pemimpin di dunia (Khalifah Fil Ardh). Melaui jurnalistik dirinya dapat melawan kezaliman dengan melakukan gerakan perlawanan berbentuk penyebaran fakta.

Pendekatan kolaboratif adalah gaya kepemimpinan yang ia tawarkan dengan mengedepankan musyawarah dan kerja tim. Hal ini tercermin dari Struktur Tanfidziyah PCNU Kencong yang dipimpinnya. Di mana terdiri dari 11 wakil ketua dan 8 wakil sekretaris. Pengelolaan terhadap struktural yang gemuk ini tentu memerlukan prinsip distribusi tanggung jawab yang jelas dan tegas serta prinsip kerja kolektif dan kolegial dengan mempertahankan suasana kekeluargaan.

Dari uraian ketiga peran yang dilakukan oleh Gus Ghulam. Dapat diketahui bahwa dirinya adalah sosok pemimpin yang mengintegrasikan kecerdasan akademik, ketajaman jurnalistik, dan kesalehan sosial. Dari Tripoli hingga Kencong-Jember, kiprahnya membuktikan bahwa tradisi pesantren dan modernitas bisa bersinergi untuk kemajuan umat. Melalui komitmennya pada NU, ia terus menginspirasi generasi muda untuk berkontribusi nyata dalam menjaga marwah bangsa dan agama.

Penulis: SINTA BELLA

Baca Lainnya

Estafet Kepemimpinan PP. Bustanul Ulum Mlokorejo

15 Juni 2025 - 09:13 WIB

Ansor Kencong Tegak Lurus Dukung PBNU, Siap Membela Kyai dan Ulama

4 Juni 2025 - 19:32 WIB

NU dan Pancasila: Ikatan Sejarah yang Tak Terpisahkan

1 Juni 2025 - 08:44 WIB

Mengenang Haul ke-80 Hadlratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

7 Maret 2025 - 07:58 WIB

Gus Dur dan Imlek: Jembatan Kebudayaan dan Toleransi

29 Januari 2025 - 10:05 WIB

Trending di TOKOH