Pada paruh pertama abad ke-19, KH. Harun sosok sholeh dari desa Sumber Kuning Sampang Madura datang ke suatu daerah di Tapal Kuda. Saat itu wilayah tersebut belum memiliki nama karena merupakan hutan belantara. Melalui Istikhoroh dan Riyadhoh, beliau membabat daerah tersebut untuk tempat tinggal dan menyi’arkan agama Islam.
Lambat laun wilayah yang angker sedikit demi sedikit berubah bercahaya, diberi nama Mlokorejo karena disinyalir terdapat dua alasan. Pertama, Mloko yang bermakna bumbu dan Rejo yang bermakna tentram. Alasan Kedua, di wilayah tersebut tumbuh sebuah pohon dengan nama latin Phyllanthus emblica atau yang lebih dikenal dengan pohon Mloko. Sisi lain dari Mlokorejo, wilayah ini terkenal dengan istilah Malaka karena dulunya merupakan tempat persinggahan raja Hayam Wuruk saat hendak berkunjung ke Kerajaan Sadeng, Boemi Poeger.
Nama KH. Harun mulai tersebar, sentuhan tangan dinginnya menjadi magnet sehingga masyarakat Mlokorejo datang berbondong-bondong menimba ilmu pada KH. Harun namun pada saat itu karena keterbatasan, belum ada pesantren hanya ada langar sebagai pusat dakwah beliau.
Pada paruh kedua abad ke-19, KH. Harun memilih menantu, santri Syaikhona KH. Moch. Kholil Bangkalan bernama Rasyad. Setelah melaksanakan ibadah haji, Binderen Rasyad berubah nama menjadi KH. Irsyad. Estafet kepemimpinan pesantren Mlokorejo memasuki era ke-2. Tercatat surat resmi Goeroe Ordonantie dari kolonial Belanda (semacam IJOP) dengan nama Pesantren Mlokorejo.
Pada tahun 1937, KH. Iryad Hasyim berbesanan dengan sahabat karib beliau ketika menimba ilmu di Bangkalan bernama KRH. Abdul Azis Ali Wafa, pertama dengan putra beliau sendiri yakni KRH. Ahmad Said (pendiri PP. Madinatul Ulum, Cangkring) dan memberikan santri kinasihnya bernama KH. Abdullah Yaqien untuk dinikahkan dengan putri KH. Irsyad Hasyim.
Pada tahun 1940, perjuangan dilanjutkan oleh era ke-3 yakni KH. Abdullah Yaqien, menantu KH. Irsyad Hasyim yang berasal dari desa Bunder Pademawu Pamekasan Madura. Riwayat Pendidikan KH. Abdullah Yaqien dimulai ketika beliau mondok di salah satu pesantren tertua di Madura bernama Pondok Pesantren Sumber Anyar dilanjutkan ke Pondok Pesantren Banyuanyar berguru pada RKH. Abdul Hamid bin Itsbat kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Tempurejo berguru pada KRH. Abdul Azis Ali Wafa.
Di tahun tersebut, pesantren ini resmi Bernama Pondok Pesantren Bustanul Ulum. Nama Bustanul Ulum adalah pemberian dari guru KH. Abdullah Yaqien, yakni KRH. Abdul Azis Ali Wafa. “Bustanul Ulum” artinya kebun ilmu, dengan harapan semoga segala macam jenis ilmu tumbuh subur di pesantren ini layaknya kebun yang bisa tumbuh subur segala jenis tanaman.
Pada tahun 1950 Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo membuka pendidikan formal dari lembaga yang paling dasar yaitu Roudlatul Athfal hingga lembaga tertinggi dizamannya pada saat itu yaitu Pendidikan Guru Agama (PGA). Seluruh Lembaga yang ada di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo berada di bawah naungan Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI). Pada tahun 1979 Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo dengan Yayasan Wakaf Pendidikan Islam (YWPI) melebarkan sayap bukan hanya di dunia Pendidikan tapi juga dalam bidang social sehingga Namanya kemudian disempurnakan menjadi Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) dengan akta pendirian nomor 35 tanggal 14 Maret 1979. KH. Abdullah Yaqien adalah Muassis Bustanul ulum, beliau mengisi pesantren ini dengan ilmu, pengabdian dan perjuangan.
Dalam perjalanan hidupnya, KH. Abdullah Yaqien bukan hanya menjadi ulama’ tetapi menjadi umara’ mulai dari pernah menjabat sebagai kepala desa Mlokorejo tahun 1939-1941, pimpinan Laskar Hizbullah Bersama sahabat sekaligus pamandanya KHR. As’ad Syamsul Arifin, pimpinan batalyon Ronggolawe Bersama sahabatnya Jendral Sudirman dalam upaya melawan agresi militer Belanda. Dalam karir keummatan pernah menjadi pimpinan De Lokale Leiding Nahdlatul Ulama Puger tahun 1950.
Setelah mengabdi dan berkhidmat kepada agama, bangsa dan negara pada tahun 1996, KH. Abdullah Yaqien wafat meninggalkan ummat yang perjuangan beliau kemudian dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Syamsul Arifin Abdullah yang menjadi era ke-4 estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo.
Melanjutkan perjuangan KH. Abdullah Yaqien, KH. Syamsul Arifin Abdullah menyempurnakan Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) dengan Pendidikan SMP Plus pada tahun 2000, SMA Plus di tahun 2004 hingga Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI Raya) di tahun 2023. Untuk melayani ummat, bukan hanya di pesantren tapi hingga terjun ke masyarakat maka didirikanlah pusat pelayanan masyarakat seperti kelompok bimbingan haji & Umroh (KBIHU) Bustanul Ulum pada tahun 2010.
KH. Syamsul Arifin Abdullah adalah mujaddid Bustanul Ulum dengan mendirikan bangunan-bangunan dan fasilitas yang sangat istimewa di Pesantren Bustanul Ulum.
KH. Syamsul Arifin Abdullah mengenyam Pendidikan di Pondok Pesantren Banyuanyar berguru pada RKH. Abdul Hamid Bakir kemudian melanjutkan rihlah pengembaraan ilmu di pondok pesantren Syaikhona Moch. Cholil, Bangkalan berguru pada KHS. Abdullah Schal. Sebagai puncak tholabul ilmi, beliau berangkkat ke Haromain Asyyarifain berguru pada Syekh Abdullah Ahmad Dardum, Syekh Ismail Zain Al-Yamani, Sayyid Muhammad bin Alawi Al maliki dan Masyaikh madrasah Shalutiyah. Setelah menyempurnakan pengembaraan studi, KH. Syamsul Arifin sebagai santri teladan dipilih oleh gurunya, KHS. Abdullah Schal untuk menjadi anak menantu.
Pada tahun 2025, KH. Syamsul Arifin Abdullah wafat ditempat paling istimewa Makkatul Mukarromah, di malam paling istimewa yakni malam jumat dan di waktu yang istimewa yakni hari Arofah. Beliau meninggalkkan 6 putra-putri diantaranya: RKH. Abdullah Hanani (pendiri Pesantren Perjuangan Bustanul Ulum AWS), Ning Hj. Sulthonah, RKH. Abdul Mugist, RKH. Muhammad Syamsul Arifin, Ning Hj. Romlah Hamidah, dan Ning Athiyah Mutmainnah.
Estafet perjuangan Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo dilanjutkan oleh majelis keluarga bernama Trisakti, tri yang berarti tiga putra KH. Syamsul Arifin dan sakti yang berarti siap mengabdi. Majelis keluarga trisakti Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo diketuai oleh RKH. Abdullah Hanani. Secara kelembagaan Yayasan Wakaf Sosial Pendidikan Islam (YWSPI) diketuai oleh KH. Robitul Firdaus dan secara struktural pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo yang juga ditandai sebagai era generasi ke-5 adalah RKH. Muhammad Syamsul Arifin.
RKH. Muhammad Syamsul Arifin pernah menimba ilmu di PPQ. Nurul Huda Singosari Malang berguru pada KH. M. Khoirul Amin Mannan dan setelah lulus, beliau melanjutkan tahassus al-Quran di Ma’had Al Idrus Qiroat Tarim Hadramaut Yaman, disana beliau menuntaskan qira’ah sab’ah. Berliau berguru pada mudir habib Abdullah bin Abdul Qodir.
Lulus dari Ma’had Al Idrus Qiroat beliau melanjutkan mondok di ma’had Darul Mustofa Tarim Hadramaut Yaman. Guru-guru beliau dalam hal ilmu fiqh adalah Syekh Husein Bafadhol, Syekh Husain Bafadhol, Syekh Umar Husein Alkhatib, Syekh Salim Bahres lalu dalam hal ilmu nahwu beliau berguru pada Syekh Munir Attamimi, Syekh Abdullah Bakkhresoh, dan Syekh Abdul Fattah sedangkan dalam hal ilmu Ushul Fiqh, beliau berguru pada Sayyid Salim bin Umar dan Sayyid Ahmad Mujtaba. Selain itu, beliau juga mendapatkan sanad keilmuan yang bersambung pada Sayyidil Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al hafidz dengan kitab Qoul Jamil. Di darul Mustofa, beliau menghafal nadzom jazariyah wa syatibiah, menghafal Al – Quran 30 juz dan juga tamat I’dadiyah.
Senada dengan KH. Syamsul Arifin Abdullah yang diambil menantu oleh gurunya, RKH. Muhammad Syamsul Arifin juga diambil menantu oleh guru beliau KH. M. Khoirul Amin Mannan. Semoga Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo terus melanjutkan estafet perjuangan, pengabdian dan khidmat para masyayikh-masyayikh Mlokorejo dari generasi ke generasi, dari masa ke masa hingga hari akhir kelak, Amin Amin, ya, Robbal ‘Alamin.
Penulis: Ahmad Ubaidilah
Join grup whatsapp WARTA PCNU KENCONG: