Lesbumi, atau Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia, merupakan lembaga di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang menaungi seniman dan budayawan berlatar belakang Ahlussunnah wal Jamaah.
Pada awal berdirinya pada 1960-an, lembaga ini bernama Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia. Namun, pada tahun 2010, nama tersebut diubah menjadi Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia untuk mencerminkan sifatnya yang lebih inklusif, mencakup pelaku seni baik laki-laki maupun perempuan.
Perubahan ini juga menjadi penegasan bahwa kata “muslim” sudah mencakup seluruh pelaku seni tanpa membedakan gender.
Pembentukan Lesbumi dilatarbelakangi oleh kondisi sosial budaya saat itu, di mana Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia mendominasi ruang kebudayaan nasional.
NU merespons situasi ini dengan mendirikan Lesbumi sebagai wadah tandingan untuk memberikan ruang ekspresi sekaligus perlindungan bagi seniman dan budayawan yang berpegang pada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Beberapa tokoh pendiri yang berperan penting di antaranya adalah Jamaluddin sebagai ketua pertama dan tokoh perfilman nasional, Usmar Ismail sebagai wakil ketua yang kini telah dianugerahi gelar pahlawan nasional, serta Asrul Sani, seorang sastrawan ternama yang karya-karyanya tetap diakui hingga kini.
Secara struktural, Lesbumi Kencong berada di bawah koordinasi PCNU Kencong, termasuk dalam koordinasi bidang 2.
Wilayah Jember Selatan, yang menjadi cakupan kerjanya, memiliki kekayaan budaya yang khas, seperti tradisi petik laut yang diselenggarakan setiap tahun di daerah pesisir.
Potensi budaya lokal ini menjadi salah satu fokus pengembangan program Lesbumi, agar tetap terjaga dan lestari.
Salah satu prioritas utama Lesbumi Kencong adalah melestarikan seni dan budaya yang selaras dengan nilai Ahlussunnah wal Jamaah, di antaranya adalah seni kentrung. Seni ini, yang pernah menjadi media dakwah Islam di masa lalu, kini hampir punah.
Lesbumi berupaya menghidupkannya kembali sebagai bagian dari warisan budaya sekaligus sarana dakwah yang relevan. Pandangan ini sejalan dengan metode dakwah Wali Songo, yang memadukan nilai-nilai Islam dengan budaya lokal secara kreatif dan toleran.
Bagi Lesbumi, budaya tanpa agama berpotensi menyimpang, sedangkan agama tanpa budaya cenderung kaku dan sulit diterima masyarakat yang majemuk.
Selain menghidupkan kembali seni tradisional, Lesbumi Kencong juga membangun jejaring dengan berbagai pegiat seni, seperti seniman rupa, musisi kontemporer, sastrawan, hingga kelompok musik patrol.
Kolaborasi ini bertujuan menciptakan ruang ekspresi yang beragam, namun tetap dalam koridor nilai-nilai keislaman.
Harapan besar Lesbumi Kencong adalah menjadi wadah berkelanjutan yang konsisten dalam mengangkat dan mengembangkan seni budaya Islam, termasuk melalui media siniar (podcast) yang diharapkan dapat membahas berbagai tema dan topik kebudayaan secara variatif.
Video selengkapnya bisa Anda tonton melalui tautan YouTube ini: