Deskripsi Masalah:
Sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, orang tua yang mau menikahkan anaknya, terlebih dahulu mengadakan acara lamaran dan pada acara tersebut sebagian orang tidak mau langsung diakad nikah karena berbagai alasan seperti calon pengantin terlalu muda, masih belum lulus pendidikan, atau karena orang tua belum siap biaya.
Sebagian lain dari kalangan santri justru memilih langsung diakad nikah sirri waktu lamaran, agar tidak dihukumi haram dan berdosa saat ketemuan, berboncengan atau jalan berduaan. Namun, ketika mempelai putri tidak punya wali nikah karena beberapa sebab, ternyata pihak keluarga menunjuk tokoh agama untuk menjadi pengganti wali hakim (muhakkam), alasannya agara tidak ruwet. Padahal, pihak KUA siap memberi pelayanan dengan sebaik mungkin, bahkan gratis asal kedua mempelai datang langsung ke kantor KUA.
Pertanyaan:
a. Di era saat ini, sahkah nikahnya wanita yang tidak punya wali menggunakan wali muhakkam?
Penanya: Anggota LBM PCNU Kencong
Jawaban:
Dengan Menimbang :
1. Peraturan Menteri Agama RI no. 22 Tahun 2024 bahwasanya melaksanakan akad nikah di KUA pada jam kerja ialah gratis dan apabila prosesi akad nikah dilaksanakan di luar kantor KUA maka dikenakan biaya Rp.600.000 masuk pada kas Negara.
2. Peraturan Menteri Agama RI no. 30 tahun 2005 menyatkan bahwasanya Wali Hakim dalam konteks Indonesia ialah Kepala KUA setempat dan ada pada tiap Kecamatan.
3. Realitas yang ada bahwa meminta bantuan kepala KUA untuk menjadi wali hakim bagi mempelai yang memang tidak memiliki wali nasab, tidak sulit dan bisa berlangsung cepat.
Maka, melakukan melakukan akad Nikah melalui Muhakkam hukumnya tidak boleh dan tidak sah, karena melanggar urutan perwalian dalam akad nikah, yakni seharusnya akad nikah dilakukan oleh Hakim dan biaya yang dikeluarkan semisal Rp.600.000 masuk pada kas negara masih bisa dikatakan wajar. Kecuali dalam realitasnya terjadi pelanggaran syariat, semisal ada pungutan liar atau biaya tambahan dari yang sudah ditetapkan Negara dengan nominal yang tidak wajar dan memberatkan.
Referensi :
حاشية الباجوري 2/106
فإن فقد الحاكم او كان يأخذ دراهم لها وقع جاز للزوجين ان يحكما حرا عدلا ليعقد لهما وان لم يكن مجتهدا ولو مع وجود المجتهد على ما هو ظاهر اخلاقهم بخلاف مع وجود الحاكم ولو حاكم ضرورة ولم يأخذ الدراهم المذكورة فإنه لا يجوز أن يحكما الا مجتهدا
اعانة الطالبين. 3/364
قال شيخنا: نعم إن كان الحاكم لا يزوج إلا بدراهم، كما حدث الآن – فيتجه أن لها أن تولي عدلا مع وجوده وإن سلمنا أنه لا ينعزل بذلك بأن علم موليه ذلك منه حال التولية انتهى
(والحاصل) يجوز تحكيم المجتهد مطلقا سواء وجد حاكم ولو مجتهدا أم لا، وتحكيم العدل غير المجتهد بشرط أن لا يكون هناك قاض ولو غير أهل: سواء وجد مجتهد أم لا
حاشية البجيرمي على الخطيب. 3/404
(ثُمَّ) إنْ فُقِدَ الْمُعْتِقُ وَعَصَبَتُهُ زَوَّجَ (الْحَاكِمُ) الْمَرْأَةَ الَّتِي فِي مَحَلِّ وِلَايَتِهِ وَلِخَبَرِ: «السُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ» فَإِنْ لَمْ تَكُنْ فِي مَحَلِّ وِلَايَتِهِ فَلَيْسَ لَهُ تَزْوِيجُهَا وَإِنْ رَضِيَتْ كَمَا ذَكَرَهُ الرَّافِعِيُّ فِي آخِرِ الْقَضَاءِ عَلَى الْغَائِبِ، وَكَذَا يُزَوِّجُ الْحَاكِمُ إذَا عَضَلَ النَّسِيبُ الْقَرِيبُ وَلَوْ مُجْبِرًا وَالْمُعْتِقُ وَعَصَبَتُهُ؛ لِأَنَّهُ حَقٌّ عَلَيْهِمْ،
قَوْلُهُ: (زَوَّجَ الْحَاكِمُ) فَإِنْ فُقِدَ الْحَاكِمُ كَانَ لِلزَّوْجَيْنِ أَنْ يُحَكِّمَا لَهُمَا عَدْلًا يَعْقِدُ لَهُمَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا وَلَوْ مَعَ وُجُودِ مُجْتَهِدٍ. أَمَّا مَعَ وُجُودِ الْحَاكِمِ وَلَوْ حَاكِمَ ضَرُورَةٍ فَلَا يُحَكِّمَانِ إلَّا مُجْتَهِدًا إلَّا إنْ كَانَ الْحَاكِمُ يَأْخُذُ دَرَاهِمَ لَهَا وَقْعٌ لَا تُحْتَمَلُ عَادَةً فِي مِثْلِهَا كَمَا فِي كَثِيرٍ مِنْ الْبِلَادِ، وَمِنْ ذَلِكَ قُضَاةُ مِصْرَ فِي زَمَنِنَا هَذَا فَلَهُمَا أَنْ يُحَكِّمَا عَدْلًا وَلَوْ غَيْرَ مُجْتَهِدٍ. وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدَا أَحَدًا وَخَافَتْ الزِّنَا زَوَّجَتْ نَفْسَهَا لَكِنْ بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْوَلِيِّ مَسَافَةُ الْقَصْرِ، ثُمَّ إذَا رَجَعَا إلَى الْعُمْرَانِ وَوَجَدَا النَّاسَ جَدَّدَا الْعَقْدَ إنْ لَمْ يَكُونَا قَلَّدَا مَنْ يَقُولُ بِذَلِكَ