Di tengah derasnya arus digital, generasi alpha disuguhi berbagai konten viral dan absurd yang dapat merusak nilai moral dalam tumbuh kembang mereka. Generasi ini sedang berada di masa krusial pembentukan jati diri, tapi tanpa bimbingan yang jelas, mereka bisa tersesat. Ironisnya, sebagian dari kita hanya diam menyaksikan.
Konten viral seperti Tralalero Tralala, Tung-Tung Sahur, Bombardiro Crocodillo, dan Ballerina Cappucina bukan sekadar hiburan ringan. Tung-Tung Sahur yang menggambarkan kentongan dengan wajah menyeramkan dan absurd sebenarnya merusak nilai-nilai budaya asli kita.
Kisah cinta segitiga antara Ballerina Cappucina, Capucino Asasino, dan Epresson menghadirkan adegan kartun tak senonoh yang sayangnya malah menarik perhatian anak-anak. Belum lagi, unsur kekerasan fisik yang terselip dalam cerita-cerita anomali ini. Ini bukan sekadar masalah hiburan, tapi peringatan keras bahwa konten tanpa nilai sudah merambah dunia digital anak-anak dan pelajar kita. Jika kita terus membiarkan ini, generasi penerus akan kehilangan fondasi nilai, tergerus daya kritisnya, dan terperangkap dalam budaya instan yang dangkal.
Sebagai organisasi yang bernafaskan Ahlussunnah Wal Jama’ah, IPNU dan IPPNU memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam menyikapi fenomena ini. Organisasi pelajar perlu menyadari bahwa dunia digital ini penuh dengan intrik dan kepentingan yang bisa memanipulasi pikiran. Menjadi penonton pasif anomali bukanlah solusi.
Peran kita jauh lebih besar dari sekadar pengkaderan dan pelatihan. Dengan menjadi produsen konten yang mengusung nilai-nilai keislaman dan kebudayaan yang mengadopsi kreativitas gaya hidup generasi masa kini membuktikan bahwa kita berani mengambil peran aktif untuk menjaga dan menciptakan ruang digital yang sehat, penuh nilai, dan bermartabat.
Literasi media tak bisa lagi dikesampingkan. Ruang-ruang diskusi harus dibuka lebar di setiap lembaga pendidikan. Generasi pelajar hari ini harus diajak berpikir kritis: memilah mana konten yang bernilai dan mana yang sekadar viral tanpa makna. Ini bukan hanya soal informasi, tapi soal arah. Kita perlu bergerak bersama, menggandeng LP Ma’arif untuk membangun pendidikan etika bermedia, menyuarakan literasi dalam agenda-agenda Nahdlatul ‘Ulama, dan merangkul wali murid dalam proses ini. Guru dan orang tua pun harus diberdayakan, jangan sampai mereka dibiarkan gagap menghadapi tsunami digital yang sedang melanda.
Tentu ini bukan tugas ringan, tapi bukan pula mustahil. Di tengah derasnya arus digital, IPNU-IPPNU harus mampu melahirkan kader-kader progresif yang tak hanya melek teknologi, tapi juga konsisten menyuarakan nilai-nilai kebajikan. Hari ini, problem generasi kita bukan minim informasi justru sebaliknya kita dibanjiri data, tapi miskin arah. Di titik inilah IPNU-IPPNU harus hadir sebagai kompas moral dan intelektual, bukan sekadar penonton di tengah gelombang zaman.
Penulis : Wafiq Ilma Maulidia
Editor : Azzaki A. S