Abdurrahman Wahid, yang lebih masyhur dengan sebutan Gus Dur, adalah salah satu tokoh besar Indonesia yang dikenal sebagai Bapak pluralisme, toleransi, dan keberagaman.
Sebagai seorang pemimpin yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4, Gus Dur memiliki visi yang inklusif, terutama dalam merangkul berbagai kalangan masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Salah satu contoh kekuatan visi toleransinya dapat dilihat dalam hubungan Gus Dur dengan perayaan Tahun Baru Imlek.
Gus Dur dan Kebijakan Terhadap Masyarakat Tionghoa
Sebelum masa kepemimpinan Gus Dur, masyarakat Tionghoa di Indonesia sering mengalami diskriminasi dan pembatasan dalam mengekspresikan budaya serta tradisi mereka, termasuk perayaan Imlek.
Setelah Gus Dur terpilih sebagai Presiden pada tahun 1999, ia segera mengambil langkah-langkah signifikan untuk menghapus larangan tersebut. Gus Dur meyakini bahwa keanekaragaman budaya adalah kekayaan bangsa yang harus dirayakan, bukan diabaikan.
Pada tahun 2000, Gus Dur mengambil keputusan bersejarah dengan mencabut larangan terhadap perayaan Imlek dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Kebijakan ini tidak hanya memberikan ruang bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan tahun baru mereka, tetapi juga menandakan komitmen Gus Dur terhadap prinsip kebebasan beragama dan berbudaya.
Langkah ini disambut hangat oleh masyarakat Tionghoa dan menjadi salah satu tonggak penting bagi perbaikan hubungan antar etnis di Indonesia.
Imlek sebagai Simbol Toleransi
Perayaan Imlek di Indonesia tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan budaya. Berkat upaya Gus Dur, Imlek menjadi simbol toleransi dan keberagaman.
Banyak orang dari suku Jawa, Sunda, dan lainnya yang ikut merayakan Imlek, berkunjung ke rumah sahabat atau tetangga mereka, serta ikut dalam berbagai acara kebudayaan yang digelar selama perayaan tersebut. Selama tidak mengganggu urusan ibadah mereka.
Gus Dur dalam berbagai kesempatan menyampaikan pentingnya solidaritas dan kerukunan antarbangsa. Ia sering menekankan bahwa perayaan seperti Imlek bukan hanya menjadi milik satu kelompok, tetapi merupakan bagian dari warisan budaya bangsa yang harus dirayakan bersama.
Dalam konteks ini, Imlek bukan hanya sekadar perayaan tahun baru, melainkan juga momentum untuk memperkuat persatuan dan meneguhkan keragaman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengaruh Gus Dur dalam Masyarakat
Gus Dur merupakan figur yang sangat dihormati bagi banyak kalangan, baik di kalangan umat Islam maupun umat yang berbeda keyakinan. Masyarakat Tionghoa secara khusus mengingat jasa Gus Dur dalam mempromosikan toleransi dan menghormati nilai-nilai budaya mereka.
Perayaan Imlek di bawah pengaruh Gus Dur menunjukkan bagaimana pemimpin yang visioner dapat memainkan peran yang krusial dalam menciptakan masyarakat yang harmonis.
Selama kepemimpinannya, Gus Dur juga memperkuat dialog antaragama dan mendorong masyarakat untuk saling memahami. Kegiatan-kegiatan yang diprakarsai selama masa pemerintahannya, seperti pertemuan lintas agama dan dialog antarbudaya, semakin memperkuat hubungan antar komunitas dan menguatkan nilai-nilai toleransi yang menjadi fondasi bangsa.
Gus Dur adalah simbol perjuangan untuk kebebasan dan toleransi di Indonesia. Melalui kebijakan positifnya terhadap masyarakat Tionghoa dan perayaan Tahun Baru Imlek, ia menunjukkan betapa pentingnya menghargai perbedaan dan merayakan keberagaman.
Dalam konteks Indonesia yang multikultural, warisan Gus Dur tetap relevan dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam membangun masyarakat yang harmonis dan saling menghormati. Imlek yang dirayakan dengan penuh semangat oleh berbagai kalangan adalah bukti nyata bahwa Indonesia bisa menjadi rumah bagi semua, tanpa terkecuali.
Penulis: Taufik Efendi, Ketua LTNNU Kencong